Monday, September 29, 2008

Atoy Hasil Penelitian Tanaman Kubis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tanaman kubis (Brassica oleraceae) termasuk salah satu jenis tanaman sayur-sayuran dan yang berasal dari daerah subtropis yang mempunyai arti ekonomi penting, yang meliputi species yang menghasilkan sayuran daun, kuncup, bunga , batang, ubi dan minyak dari bijinya.
Selain itu juga untuk makanan ternak, selain enak dan lezat untuk sayur-mayur, ternyata kubis juga mempunyai kegunaan sebagai tanaman obat-obatan, yaitu berkasiat untuk menyembuhkan penyakit hyperaciditas.
Sayuran ini mengandung nilai gizi yang cukup tinggi nilainya sehingga dengan demikian, sayuran ini sesuai dikomsumsi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Kandungan zat-zat gizi yang terdapat dalam tanaman kubis antaralain karbohidrat, protein, lemak, mineral serta mengandung berbagai jenis vitamin diantaranya vitamin A, B1, B2, dan vitamin C, sehingga sayuran ini banyak di konsumsi oleh masyarakat, (Chayono, 2001).
Menurut asal-usulnya tanaman kubis yang dibudidayakan sampai saat ini berawal dari kubis liar yang tumbuh disepanjang pantai laut tengah, Inggris, Denmark dan sebelah utara Prancis barat, serta pantai Glamorgan. Tanaman kubis yang ada sekarang ini merupakan hasil seleksi dari kubis liar yang tumbuh sejak 2000 tahun yang lalu. Dan pada abab IX kubis sudah tersebar keseluruh dunia pertanian, meskipun kubis telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, hingga perkembanganya sampai kenegara Timor Leste. Karena jenis sayuran ini pada umumnya berasal dari daerah yang bersub tropis sehingga untuk pertumbuhan dan produksi yang obtial diperlukan iklim yang sangat spesifik dan cara tanam yang agak sulit bila dibangdingkan dengan sayuran lainya, (Rukmana, 1994).
Pengaturan jarak tanam sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kubis terutama pada masa pembentukan krop, yaitu sangat bervariasi antara bulat telur, gepeng,dan berbentuk kerucut. Dengan demikian jarak tanam ditunjukan untuk memanfaatkan cahaya secara efektif dan penyebaran unsur hara secara merata (Rukmana, 1994).
Aspek pengendalian gulma pada tanaman kubis dianggap paket yang tidak terpisakan dalam budidaya tanaman kubis secara keseluruhan. Gulma atau tumbuhan pengganggu sering menjadi masalah pada pertanaman kubis karena merupakan pesain dalam penggunaan air, cahaya dan unsur hara bagi tanaman pokok. Gulma juga dapat berperan sebagai penyangga atau inang bagi hama atau penyakit bahkan dapat mengeluarkan toksin yang dapat berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kubis (Balai Penelitian Hortikultura Lembang, 1993).

Rendahnya produksi tanaman kubis di Timor Leste disebabkan karena usaha tanaman ini kurang intensif dan masih bersifat tradisonal yaitu tampa penggunaan jarak tanam serta frekuensi penyiangan yang kurang tepat. Oleh karena itu untuk meningkatkan produksi tanaman kubis perlu dilakukan budidaya yang intensif terhadap jarak tanam dan penyingan gulma sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman kubis.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh jarak tanam dan frekuensi penyiangan gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kubis
2. Untuk menentukan jarak tanam dan frekuensi penyiangan yang tepat.

1.3 Manfaat
Dapat memberikan kontribusi dan informasi yang baik mengenai penggunaan jarak tanam dan penyiangan gulma pada tanaman kubis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani, Morfologi dan Syarat tumbuh
2.1.1 Botani
Tanaman kubis dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Kindom : Planeta
Devisio : Spermatophyta
Subdivisio :Angyospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Papavorales
Family :Cruciferae (Brassicaceae)
Genus :Brassica
Species : Brassica oleraceae

2.1.2 Morfology
Umumnya tanaman kubis merupakan tanaman semusim (anual) yang berbentuk perdu. Dengan susunan organ tubuh utama batang daun, bunga, buah, biji dan akar, sistem perakaran tanaman ini relatif dalam yang dapat menembus permukaan tanah yang kedalamannya antara 20-30 cm, ( rukmana, 1994).
Pada umumnya tanaman kubis memiliki batang yang pendek dan banyak mengandung air (herbaceuos). Batang tersebut berwarna hijau, tebal dan lunak dan cukup kuat. Tanaman ini memiliki batang yang bercabang yang tidak begitu tampak, yang ditutupi daun-daun yang disekelilingi batang hingga titik tumbuh, dan terdapat helaian daun yang bertangkai pendek (Rukmana, 1994).
Daun tanaman kubis berbentuk bulat telur, sampai lonjong lebar-lebar dan berwarna hijau. Daun bagian luar ditutupi lapisan lilin dan tidak berbulu. Daun bagian bawah tumbuhnya tidak membengkok, dapat mencapai panjang sekitar 30 cm, daun-daun muda berikutnya mulai membengkok menutupi daun mudah yang ada diatasnya. Pada fase pertumbuhan daun ini akan terbentuk krop (Pracaya, 20001). Kadang karena besarnya tekanan tekanan daun-daun mudah yang terbentuk dibagian dalam tampa di imbangi mengembangnya daun tersebut mengakibatkan kepala krop pecah. Keadaan inibisa terjadi ketika tanaman akan berbunga. Bunga dari tanaman ini merupakan kumpulan masa bunga yang berjumblah 500 kuntum, bunga kubis merupakan bunga sempurna yang memiliki putik dan benang sari (Balai Penelitian Hortikultur Lembang, 1993).

2.1.3 Syarat Tumbuh
Tanaman kubis yang biasa disebut kol menghendaki persyaratan lingkungan yang sesuai agar dapat tumbuh. Tetapi pada dasarnya tanaman kubis dapat tumbuh dan beradaptasi pada daerah beriklim panas atau sedang sesuai dengan varietasnya, terutama kesesuaian tanah (lahan) tempat tumbuh dan iklim yang menunjang kesamaan dan salinitas tanah juga sangat menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman kubis, (Pracaya, 2001). Secara umum kubis dapat tumbuh pada semua jenis taanah. Namun demikian, pertumbuhan akan ideal bila ditanam pada tanah liat berpasir yang banyak mengandung bahan organik.
Dalam siklus hidup kubis memerlukan air yang cukup, tetapi tidak berlebihan. Tanah yang baik untuk tanaman kubis adalah tanah yang gembur, banyak mengandung humus dengan ph berkisar antara6-7. Jenis tanah yang baik unutk tanaman kubis yaitu lempung berpasir, (Rukmana, 1994).
Keadaan iklim yang cocok untuk tanaman kubis adalah daerah yang relatif lembab dan dingin. Kelembapan yang diperlukan tanaman kubis adalah 15ºC-20°C serta mendapatkan sinar matahari yang cukup, (Rukmana, 1994). Penelitian di Jepang menyimpulkan bahwa temperatur obtimun untuk tanaman kubis adalah 15°c-20ºc. Namun di Indonesia perbedaan masing-masing faktor iklim, temperatur, panjang hari,radiasi kelembaban dan curah hujang nyata terlihat pada lingkungan dataran rendah dan dataran tinggi (Balai Penelitian Hortikultur Lembang, 1993). Perbedaan karateristik unsur iklim menyebabkan beberapa varietas kubis tumbuh baik didataran tinggi dan beberapa varietas lainnya tumbuh didataran rendah yaitu 0-200m dari permukaan laut (dpl).

2.2 Jarak Tanam
Aspek penggunaan jarak tanam tersebut memberikan implikasi terhadap hasil persatuan luas, tetapi juga terhadap rata-rata ukuran kubis yang dihasilkan yang menentukan nilai tambahan komoditas.
Jarak tanam diusahakan teratur agar tanaman memperoleh ruang tumbuh yang seragam, dan dalam pemeliharaan lebih mudah serta mempermudah dalam melakukan penyiangan jarak tanam sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan pembentukan kro, pengaturan jarak tanam disesuaikan dengan farietas yang ditanam. jarak tanam yang terlalu rapat meningkatkan kelembapan disekitar tanaman, keadaan ini dapat memacuh pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu, selain itu juga berpengaruh pula terhadap penerimaan sinar matahari pada setiap tanaman sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman kubis. (Suprapto, 1990).
Pengaturan jarak tanam sangat berpengaruh pula terhadap pengambilan unsur hara yaitu terjadinya persaingan antara tanaman, selaian itu juga berpengaruh terhadap penggunaan unsur iklim dan efisiensi penggunaan tanah serta barpengaruh pula terhadap pembentukan krop pada tanaman kubis.
Jarak tanam yang tidak teratur dapat menyebabkan tidak produktifnya tanaman,juga berpengaruh terhadap penerimaan unsur hara dan cahaya. Sedangkan pengaturan jarak tanam yang teratur dan baik akan memberikan kelongaran bagi tanaman untuk menerima unsur hara dan sinar matahari secara merata. (Cahyono, 2001).
Jarak tanam yang dapat digunakan untuk tanaman kubis antaralain: jarak tanam 60x40 cm, menghasilkan 10 ton/ha, jarak tanam 60x60 cm, menghasilkan 30 ton/ha dan 60x50 cm, menghasilkan 20 ton/ha.

2.3 Frekuensi Penyiangan Gulma
Aspek gulma pada tanaman merupakan paket yang tidak terpisakan, begitu dalam budidaya pada tanaman kubis secara keseluruhan. Gulma atau tumbuhan pengganggu sering menjadi masalah pada pertanaman kubis, karena merupakan pesaing dalam pengunaan air, cahaya, dan unsur hara bagi tanaman pokok. Gulma dapat pula berperan sebagai penyangga atau inang bagi hama dan penyakit bahkan dapat mengeluarkan toksin yang dapat berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman pokok. (Everaarts, 1981). Usaha pengendalian gulma yang efektif pada tanaman kubis telah lama diketahui yaitu dengan sistem penyiangan dengan tangan. Penyiangan dilakukan untuk membersikan bedengan atau tempat persemaian,dari rumput atau tanaman liar lainya yang dapat mengganggu pertumbuhan dan hasil tanaman kubis, dengan demikian tanaman dapat tumbuh tampa adanya persaingan dari tanaman pengganggu tersebut. Selama masa penanaman dilakukan dua kali penyiangan bersama dengan kegiatan pengemburan tanah.
Persaigan antara gulma dantanaman adalah persaigan inter spesefik karena terjadi antara spesies tumbuhan yang berbeda,sedangkan persaigan yang terjadi antara species tumbuhan yang sama merupakan persaigan intra spesefik. (Sukman,2002).Persaigan diartikan sebagai perjuangan dua organisme atau lebih untuk memperebutkan objek yang sama. Baik gulma maupun tanaman mempunyai keperluan dasar yang sama untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Persaigan terjadi bila unsur penunjang pertumbuhan tersebut tidak tersedia dalam jumblah yang cukup bagi keduanya.
Kemampuan tanaman bersain dengan gulam ditentukan oleh spesies gulma, kepadatan gulma, saat dan lama persainga, cara budidaya varietas yang ditanam, serta tingkat kesuburan tanah. Perbedaan spesies akan menentukan kemampuan bersaiang karena perbedaan fotosintesis, kondisi-kondisi perakaran dan keadaan morfologinya. Gulma yang muncul atau berkecambah lebih dulu atau bersamaan dengan tanaman yang dikelolah, berakibat besar terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman kubis. (Rukmana, 1994).

2.4 Landasan Teori
Budidaya tanaman kubis di Timor Leste kurang menghasilkan hasil yang obtimal karena penyerapan teknik budidya seperti pengaturan jarak tanam dan penyiagan yang kurang intesif sehingga hasil secara kwalitas maupun kuantitas masih rendah. Untuk memperoleh hasil yang obtimal pengaturan jarak tanam diperlukan untuk menghindari persaingan untuk memperoleh unsur hara, air, cahaya, bahan ruang tumbuh dan CO2 untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Jarak tanam pada tanaman kubis 60x40cm 10 ton/ha, jarak tanam 60x60cm, menghasilkan 30/ha dan jarak tanam 60x50 cm, menghasilkan 20 ton/ha.
Dalam pertumbuhan tanaman kubis sanggat membutukan unsur hara sebagai makanannya. Kebutuhan unsur hara dimulai sejak awal penanaman sampai pada pertumbuhan tanaman. Pemberian jarak tanam memberikan implikasi terhadap bobot hasil persatuan luas serta memberikan kelongaran bagi tanaman dalam memanfaatkan unsur hara, cahaya dan air. Dengan demikian akan meningkatkan pertumbuhan hasil tanaman. Sedangkan penyiangan berguna untuk mengurangi terjadinya persaingan antar gulma dan tanaman dan memanfaatkan hara. Karena itu nbila gulma tidak dikendalikan, sebagian dari hasil bahan organik pada lahan itu berupa gulma. Hal ini berarti pemupukan akan menaikan daya dukung lahan, tapi tidak mengurangi komposisi hasil tumbuh atau ganguan gulma tetap ada dan merugikan walaupun tanah dipupuk.

2.5 Hipotesis
1. Penggunaan jarak tanam 60x40 cm dan tampa penyiangan akan memberikan hasil yang rendah.
2. Pengggunaan jarak tanam 60x60 cm dan penyiangan 1x akan memberikan hasil yang optimun.
3. Penggunaan jarak tanam 60x50 cm dan penyiangan gulma 2x akan memberikan hasil yang optimal.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian inin akan dilaksanakan pada bulan februari sampai bulan april 2008. Dan akan dilaksanakan dilahan fakultas Pertanian Hera,Desa Acanuno,Subdistrit Kristu Rei,Distrit Dili,dengan ketingian tempat ± 20 m dari permukaan laut (dpl).

3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam metodelogi penelitian ini adalah bibit tanaman kubis.

3.2. 2 Alat
Jenis alat-alat yang akan digunakan dalam metodologi penelitian ini eperti cangkul, parang, skop, linggis, gembor, rol meter dan lainya.

3. 3 Rancangan Percobaan
Rancangan yang dipakai untuk metodelogi penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) faktorian 3x3 yang terdiri dari 2 faktor yaitu: faktor pertama jarak tanam (J) terdiri dari tiga aras yaitu jarak tanam 60x40 cm (J1) ,jarak tanam 60x60 cm (J2),Jark tanam 60x50 cm (J3). Faktor ke dua adalah frekuensi Penyiagan gulma (F),terdiri dari tiga aras yaitu tampa penyiagan gulma (P0),penyiangan gulma satu kali (P1),penyiangan gulma dua kali (P2).
Dengan kombinasi perlakuan sebagai berikut:

P J
P0
P1
P2
J1
J1P0
J1P1
J1P2
J2
J2P0
J2P1
J2P2
J3
J3P0
J3P1
J3P2

Dimana:
J1P0: Jarak tanam 60x40 cm dan tampa Penyiangan gulma
J1P1: Jarak tanam 60x40 cm dan Penyiagan gulma satu kali
J1P2: Jarak tanam 60x40 cm dan Penyiangan gulma dua kali
J2P0: Jarak tanam 60x60 cm dan tampa penyiangan gulma
J2P1: Jarak tanam 60x60 cm dan penyiangan gulma satu kali
J2P2: Jarak tanam 60x60 cm dan penyiangan gulma dua kali
J3P0: Jarak tanam 60x50 cm dan tampa penyiangan gulma
J3P1: jarak tanam 60x50 cm dan penyiangan gulma satu kali
J3P2: Jarak tanam 60x50 cm dan penyiangan gulma dua kali

3. 4 Pelaksanaan Penelitian.
3. 4. 1 Persiapan dan Pengolahan
Luas lahan yang dipakai untuk menanam tanaman kubis terdiri dari: panjang 32 m, lebar 10m,dan luas secara keseluruhan 320m2.
Persiapan lahan pengolahan bertujuan untuk menanam komodity kubis, dan pengolahan tanah dapat dilakukan berdasarkan struktur tanah, tekstur tanah, dan pada tanah ringan pengolahan tanah tidak sama dengan tanah keras. Jadi pengolahan tanah dilakukan sedalam 20-30 cm,agar dapat menciptakan kondisi lingkungan yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman serta menekan perutubuhan gulma.

3. 4. 2 Pembuatan Bedengan
Pembuatan bedengan yaitu dengan memotong arah kesuburan .Pembuatan bedengan dengan lebar bedeng 3 m, panjang 3 m, luas petak 9 m2 .

3. 4. 3 Pembibitan
Tanaman kubis dapat disemaikan ditempat persemaian selama 1-2 minggu sebelum ditanam dilapangan. Tempat prsemaian dipersiapkan sebelum melakukan pengolahan tanah. Bibit dipersemaikan didalam kantong plastik, dengan menggunakan media tanah, sebelum disemaikan benih kubis direndam dalam air dinging selama 0,5 jam kemudian dikeringkan dan selanjutnya media disiam terlebih dahulu agar pertumbuhan bibit cepat berkecambah dan sekaligus untuk membebaskan dari serangan penyakit yang terbawah oleh benih kubis tersebut. Selama persemaian benih , pemeliharaan intensif seperti penyiraman, pengendalian hama dan penyakit serta gulma, karena pertanaman yang baik dan sehat selama dipersemaian ini juga turut menentukan keberhasilan pertanaman di lapangan. Persemaian diarahkan dengan menghadap timur dan barat agar tanaman dipersemaian mendapat banyak sinar matahari pagi dan sore hari, sehingga tidak terjadi pemanjangan batang pada benih tanaman kubis atau biasa disebut instiolasi.

3. 4. 4 Penanaman
Bibit kubis yang dipelihara dipersemaian dipindakan kelapangan setelah umur 1-2 minggu serta memiliki 4-5 helai daun dan tanaman tersebut siap dipindahkan kelapangan. Penanaman bibit kubis dilapangan dilakukan pada sore hari atau pada saat cuaca berawan. Penanaman bibit kubis dilakukan sesuai dengan perlakuan jarak tanam dan penyiangan yang diberikan. Jarak tanam yang digunakn adalah J1: 60x40 cm, J2: 60x50 cm, J3: 60x60 cm.

3. 4. 5 Pemeliharaan
3. 4. 5. 1 Penyulaman
Penyulaman adalah mengganti tanaman yang mati, rusak atau tanaman tidak normal, misalnya tumbuh kerdil. Penyulaman prlu dilakukan sebab tidak semua bibit yang ditanam semuanya tumbuh baik. Penyulaman Pada kol dilakukan tidak boleh lebih dari 10 hari. Bila mana lebih makah pertumbuhan menjadi kurang seragam. Penyulaman sebaiknya dilakukan pada pagi dan sore hari, penyulaman dilakukan sesuai dengan perlakuan masing-masing.

3. 4. 5. 2 Penyiangan
Penyiangan dilakukan bila pertumbuhan gulma sudah kelihatan banyak dan melebihi tanaman pokok. Demikian juga tanah yang kelihatan padat, segerah digemburkan. Gulma atau tanaman pengganggu sering menjadi masalah bagi tanaman kubis. Penyiangan gulma dilakukan sesuai dengan perlakuan yang ada, agar dapat mengetahui terjadinya persaingan dalam penggunaan air, cahaya dan unsur hara bagi tanaman pokok.

3. 4. 5. 3 Penyiraman
Penyiraman termasuk salah satu faktor yang penting dalam pertumbuhan tanaman. Salah satu tujuan penyiraman adalah menggantikan air yang hilang akibat diserap oleh tanaman dan penguapan disiang hari, selain itu air juga berguna dalam proses pembungaan dan pembentukan buah. Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.

3. 4. 5. 4 Pemupukan
Pemupukan dilakukan sebelum penanaman dengan pupuk organik yaitu ditaburkan secara merata pada permukaan bedengan sebagai pupuk dasar dan pada fase pertumbuhan yaitu pada umur 3-4 mst.

3. 4. 5. 5 Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit merupakan tindakan perlindungan tanaman dari ancaman kerusakan yang ditimbulkannya. Pengendalian hama ini dilakukan apabila terjadi kerusakan pada tanaman yang dibudidayan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan bahan kimia seperti insektisida dan fungisida.

3. 4. 5. 6 Pemanenan
Kubis dapat dipanen pada umur 3-4 bulan dari saat semai atau 2-3 bulan setelah pindah tanam dari pesemaian ke kebun,tetapi tergantung pula pada varietasnya. Tanda-tanda kubis siap dipanen selain faktor umur,juga kropnya telah mencapai ukuran maksimum,padat atau kompak dan bila dijentik dengan jari-jari tangan berbunyi nyaring

3. 5 Variabel Pengamatan
3. 5. 1 Variabel Pengamatan Lingkungan
3. 5. 1. 1 Suhu Tanah (°C)
Pengukuran suhu tanah dilakukan tiga kali dalam penelitian yakni, pengukuran suhu tanah awal, pertengahan dan akhir. Dengan cara membenamkan termometer air raksa kedalam tanah pada kedalaman 10 cm, selama 5 menit, pada tiap tempat untuk masing-masing petak. Pengukuran akan dilakukan pada pagi hari, siang hari dan sore hari.

3. 5. 1. 2 Kadar Lengas Tanah (%)
Penimbangan kadar lengas tanah dilakukan bersamaan dengan suhu tanah awal pertengahan dan akhir penilitian. Kandungan lengas tanah diukur sehari sebelum tanam dengan mengunakan pipa PVC ¾ yang ditancapkan kedalam tanah sedalam 3 - 5 cm pada setiap petak, untuk mengambil contoh tanah. Metode yang akan digunakan dalam pengukuran ini adalah metode Gravimetri. Caranya contoh tanah yabg diambil tadi diukur berat basahnya setelah itu dijemur atau diovenkan kering lalu ditimbang berat keringnya dengan mengunakan timbangan analitik. Untuk mengetahui besarnya kandungan lengas tanah dengan mengunakan rumus sebagai berikut:
KL =
Dimana:
KL: Kandungan Lengas tanah(%)
BB: Berat Basah tanah (gr)
BK: Berat Kering tanah (gr)

3. 5. 2 Variabel pertumbuhan tanaman
3. 5. 2. 1 Tinggi Tanamn (cm)
Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan mistar yang diletakan diatas permukaan tanah yaitu pada pangkal tanaman hingga bagian tertinggi tanaman. Pengukuran dilakukan dua minggu setelah tanam (2 MST) yaitu pada pertumbuhan vegetatif maksimun, selanjutnya diukur setiap satu mingu hingga 4 mst.

3. 5. 2. 2 Jumblah Daun (Helai)
Menghitung jumlah daun, dapat dihitung dengan cara menghitung semua daun tanaman jagung pada masing-masing ulangan terhadap pengaruh perlakuan penyiraman yaitu setelah tanaman mencapai umur 2 mst yaitu pada pertumbyhan vegetatif maksimun. Selanjutnya dihitung setiap satu munggu hingga mencapai 4 mst.
3. 5. 2. 3 Diameter Batang (mm)
Pengukuran diameter batang dengan menggunakan jangka sorong, yaitu dengan meletakan 3 cm diatas permukaan tanah, pengukuran dapat dilakukan mulai dua minggu setelah tanam (2 mst) dan selanjutnya dilakukan setiap satu minggu hingga pertumbuhan vegetatif maksimun.

3. 5. 2. 4 Luas daun (cm2)
Luas daun diukur pada saat tanaman Kubis mencapai pertumbuhan vegetativ maksimun, dengan mengunakan metode gravimetri. Dengan menimbang langsung berat segar, caranya mengambil semua daun pada dua tanaman korban selanjutnya ditimbang beratnya kemudian mengambil 20 daun untuk membuat pola daun dan pola daun tersebut ditimbang beratnya, setelah itu dapat diukur luas pola daunnya. Unutk mengetahui luas daun dapat mengunakan rumus sebagai berikut:
LD =
Dimana:
LD = Luas Daun ( cm2 )
BTD = Berat Total Daun ( gr )
BPD = Berat Pola Daun ( gr )
UPD = Ukuran Pola Daun ( gr )
JD = Jumlah Daun ( helai )

3.5.3 Varibel Hasil
3.5.3.1 Berat Segar Berankasan Pertanaman (gr)
Penimbangan berat segar berangkasan pertanaman akan dilakukan setelah panen, dengan menimbang semua bagian tanaman. Penimbangan dilakukan dengan menimbang semua bagian tanaman perpetak sesuai dengan masing-masing perlakuan dalam setiap blok. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan duduk.

3.5.3.2 Berat Kering Berankasan (gr)
Berat kering berangkasan pertanaman dilakukan dengan menimbang semua bagian tanaman setelah dijemur atau dioven selama 24 jam pada suhu 800C, setelah itu ditimbang dengan menggunakan timbangan duduk 5 kg.

3. 6 Analisis Data
semua data yang di peroleh akan di analisis dengan mengunakan sidik ragam (Anova), bila terjadi beda nyata maka di lakukan uji lanjut BNT 5%.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Variabel Lingkungan
4. 1. 1 Suhu Tanah
Hasil analisia sidik ragam menunjukan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua faktor terhadap suhu tanah awal, pertengahan dan akhir. Tetapi suhu tanah pertengahan dipengaruhi oleh jarak tanam dan frekuensi penyiangan gulma.
Tabel 4. 1. Suhu tanah awal, pertengahan dan

Waktu pengamatan
Jarak Tanam
Penyiangan Gul ma
Rerata
(WP)
(J)
P0
P1
P2
Rerata
Awal
J1 (60x40)
34,72
34,58
34,89
34,73 A
J2 (60x50)
34,87
34,87
34,64
34,79 A
J3 (60x60)
34,42
34,75
34,95
34,71 A
Rerata

34,67 a
34,73 a
34,83 a
(- )
Pertengahan
J1 (60x40)
34,62
35,40
36,01
35,34 A
J2 (60x50)
35,33
35,82
37,86
36,34 A
J3 (60x60)
34,98
35,48
35,00
35,15 A
Rerata

34,98 a
35,57 a
36,29 b
(- )
Akhir
J1 (60x40)
32,07
32,00
31,70
31,92 A
J2 (60x50)
31,70
32,87
32,83
32,47 A
J3 (60x60)
31,00
32,20
29,67
31,29 A
Rerata

31,59 a
32,69 a
31,40 a
( -)

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti dengan huruf besar yang sama dan angka pada baris yang diikuti huruf kecil yang sama, tidak terjadi beda nyata pada uji BNT 5%.
( -) Tidak terjadi interaksi antara faktor.


Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa faktor jarak tanam dan frekuensi penyiangan gulma berpengaruh secara seragam terhadap suhu tanah awal pertengahan dan akhir.
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor jarak tanam dan frekuensi penyiangan gulma terhadap perluasan lahan. Namua kedua faktor berpengaruh secara terpisah terhadap suhu tanah awal, pertengahan dan akhir.
Hal ini terjadi karena pada awal dan akhir belum dan sudah tidak ada vegetasi yang menutupi permukaan tanah. Dengan demikian permukaan tanah menerima cahaya secara seragam, sehingga memberikan suhu tanah pada awal penelitian secara seragam antara perlakuan, baik perlakuan jarak tanam maupun perlakuan penyiangan gulma. Hal ini didukung oleh Jumin ( 1992 ), menyatakan bahwa suhu udara yang tinggi akibat faktor cahaya akan mengakibatkan terjadinya laju Evaporasi, sehinga air tanah semakin menurun. Selanjutnya dipertegas oleh Nugari et.al. ( 1992 ), menyatakan bahwa suhu tanah mengalami perubahan yang diabsorbsi oleh permukaan tanah, keadaan tanah, warna tanah, keadaan cuaca yang terbuka akan menyerap panas matahari yang banyak sehingga suhu tanah dalam keadaan Optimun.
Dari tabel 4.1. Dapat diketahui bahwa faktor jarak tanam berpengaruh terhadap suhu tanah pertengahan. Perlakuan jarak tanam 60x40 dan tampa penyiangan gulma dapat menghambat peningkatan suhu tanah yang lebih rendah dari perlakuan jarak tanam 60x50 cm dan 60x60 cm. Sedangkan perlakuan jarak tanam 60 x 50 cm dan 60 x 60 cm memberikan respon yang meningkat secara seragam terhadap suhu tanah pertengahan. Hal ini terjadi karena pada perlakuan jarak tanam 60 x 40 cm dan tampa penyingan gulma, menimbulkan ruang gerak yang sempit karena organ-organ tanaman seperti jumlah daun, luas daun dan jumlah cabang yang lebih banyak dan luas daun antara tanaman pokok dan gulma sehingga dapat menghambat suhu tanah, karena cahaya yang dipantulkan oleh matahari ternaungi oleh organ-organ tanaman pokok dan gulma, sehingga hanya sedikit cahaya yang menembus kepermukaan tanah. Dengan demikian tingkat absorsi cahaya matahari oleh tanaman pada perlakuan jarak tanam 60 x 40 cm berbeda dengan perlakuan 60 x 50 cm dan 60 x 60 cm. Sejalan dengan itu Nungsri (1992), menyatakan bahwa vegetasi tanaman sebagai penutup permukaan tanah akan mempengaruhi permukaan tanah.

Setelah tanaman kubis dipindahkan ke lahan sesuai dengan perlakuan jarak tanam dan frekuensi penyangan gulma, dapat menghambat peningkatan suhu tanah yang nyata lebih rendah pada perlakuan jarak tanam 60x40 dan tampa penyingan gulma. Hal ini disebabkan karena terjadi persaingan atau kompetisi antara tanaman pokok dan jenis gulma tertentu dalam pengambilan unsur hara, air, sinar matahari dan ruang hidup. Sedangkan suhu pertengahan tertinggi dicapai pada perlakuan jarak tanam J2 dan J3 setelah dipindahkan ke lahan.

4. 1. 2 Kandungan Lengass Tanah
Pengamatan terhadap kandungan lengas tanah tidak dapat dilakukan, pada kandungan lengas tanah awal, pertengahan dan akhir,’’ berhubungan karena alat timbangan analitik sedang rusak sampai saat ini.

4. 2 Variabel pertumbuhan
4. 2. 1 Tinggi Tanaman
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa tidak terjadi interaksi antara kedua faktor terhadap tinggi tanaman pada umur 2 MST, 4 MST dan 6 MST. Tetapi masing-masing faktor berpengaruh secara terpisah terhadap tinggi tanaman pada semua level perlakuan.

Waktu Pengamatan
Jarak Tanam
Penyingan Gulma
Rerata
(WP)
(J)
P0
P1
P2
2 MST
J1
8,67
9,10
9,90
9,23 A
J2
9,53
9,20
10,0
9,57 A
J3
8,43
9,10
9,20
8,91 A

Rerata
8,87
9,13 a
9,70 a
( -)
4 MST
J1
12,40
12,90
14,00
13,11 A
J2
12,90
13,67
12,97
13,18 A
J3
12,23
12,03
12,47
12,24 A

Rerata
123,52
12,87 a
13,15 a
(- )
6 MST
J1
17,13
21,80
21,63
20,19 A
J2
21,53
21,43
12,20
21,39 A
J3
18,90
19,23
21,67
19,93 A

Rerata
19,19 a
20,82 a
21,50 a
(- )

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti dengan huruf besar yang sama dan angka pada baris yang diikuti huruf kecil yang sama, tidak terjadi beda nyata pada uji BNT 5%.
( -) Tidak terjadi interaksi antara faktor.

Dari Tabel 4. 3 Menunjukan bahwa faktor jarak tanam memberikan pengaruh yang berbeda nyata tehadap tinggi tanaman 2 MST, 4 MSTdan 6 MST. Pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi dicapai pada perlakuan jarak tanam 60 x 40 cm dan 60 x 50 cm, dan pertumbuhan tinggi tanaman terendah dicapai pada perlakuan jarak tanama 60 x 60 cm. Hal ini terjadi karena kemampuan kesuburan tanah untuk menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangan tinggi tanaman, ketersedian unsur hara tersebut dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia dan biologis tanah. Tinggi tanaman dapat tumbuh secara maksimal bila tanaman tumbuh dalam keadaan subur, dan faktor-faktor diluar kesuburan sekitar tanaman tersebut menunjan pertumbuhan secara obtimal. Pertumbuhan tinggi tanaman obtimun dicapai pada 2 MST dan 4 MST, yaitu dengan jarak tanam 60 x 40 cm serta 60 x 50 cm. Hal ini berhubungan erat dengan penankapan dan peningkatan energi surya sebagai imput energi dan ketersediaan hara dan air dalam tanah.
Pertumbuhan tingi tanaman pada 6 MST, pertumbuha obtimal dicapai pada perlakuan jarak tanam 60 x 40 dan 60 x 60 cm, sedangkan pertumbuhan obtimum dicapai pada perlakuan jarak tanam 60 x50 cm. Terjadinya perbedaan yang nyata pada tinggi tanaman dengan level perlakuan yang berbeda pada setiap MST, juga dipengaruhi oleh akar tanaman dalam menyerap unsur hara, air dan oksigen dalam tanah dan bagian atas tanaman yaitu daun dalam menerima cahaya matahari untuk melakukan proses fotosintesis, dengan demian hasil fotosintat yang diperoleh digunakan sepenuhnya untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga meberikan hasil tinggi tanaman yang lebih baik. Koesriharti (1998), menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman ditentukan oleh respon tanaman terhadap berbagai faktor lingkungan. Respon tanamn sangat berbeda terhadap berbagai faktor lingkungan. Respon mencerminkan perbedaan daya absorsi dan mekanisme biologia ditempat tumbuh tanaman, dengan kondisi tanaman yang baik makah sumber energi utama untuk proses fotosintesis dapat dimanfaatkan secara obtimal oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan pada fase vegetatif.

4. 2. 2 Jumlah Daun
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa tidak terjadi interaksi antara kedua faktor terhadap tinggi tanaman pada umur 2 MST, 4 MST dan 6 MST. Tetapi masing-masing faktor berpengaruh secara terpisah terhadap jumlah daun pada semua level perlakuan.

Tabel 4. 4 Jumlah daun 2MST, 4 MST dan 6 MST
Waktu Pengamatan
Jarak Tanam
Penyingan Gulma
Rerata
(WP)
(J)
P0
P1
P2
2 MST
J1
6,10
6,20
6,10
6,13 A
J2
5,90
6,20
6,40
6,17 A
J3
6,00
5,90
6,20
6,03 A

Rerata
6,00
6,10 a
6,23 a
( -)
4 MST
J1
5,90
6,20
6,74
6,28
J2
9,10
9,23
10,33
9,55
J3
9,37
9,67
9,53
9,52

Rerata
8,12 a
8,37 a
8,87 a
( - )
6 MST
J1
13,67
14,77
14,90
14,45 A
J2
14,67
14,90
14,77
14,78 A
J3
13,57
13,87
14,33
13,92 A

Rerata
13,92 a
14,51 a
14,67 a
( - )

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti dengan huruf besar yang sama dan angka pada baris yang diikuti huruf kecil yang sama, tidak terjadi beda nyata pada uji BNT 5%.
( -) Tidak terjadi interaksi antara faktor.

Pada tabel 4. 4 dapat dilihat bahwa faktor jarak tanam dan frekuensi penyiangan gulma sangat berpengaruh terhadap jumlah daun 2 MST, 4 MST dan 6 MST. Perlakuan jarak tanam 60 x 50 dan penyiangan satu sampai dua kali nyata memberikan jumlah daun tertinggi, dan hasil jumlah daun terendah diperoleh pada perlakuan jarak tanam 60 x 40 dan 60x 60 serta tampa penyingan. Hal ini terjadi karena persaingan dan gangguan gulma pada awal pertumbuhan akan mengurangi kuantitas hasil jumlah daun, sedangkan persaingan dan gangguan gulma menjelan panen berpengaruh besar terhaap kualita hasil. Perbedaan perlakuan jarak tanam dan frekuensi penyingan gulma menimbulkan persaingan terhadap ketersediaan unsur hara juga akan menentukan besarnya persainagan gulma dengan tanaman. Serta kemampuan organ-organ tanaman, seperti akar untuk menyerap unsur hara, air dan oksigen dalam tanah untuk melakukan proses fotosintesis, dengan demikian proses fotosintesis dan tranpirasi berlangsung dengan cepat, sehingga menyebabkan penyerapan unsur hara, air dan cahaya matahari secara merata keberbagai organ tanaman, dengan demikian memacuh petumbuhan dan perkembagan jumlah daun. Dalam memulai aktifitas pertumbuhan, hal pertama yang didahului adalah proses fisiologi ormon dan enzim kemudian diikuti dengan aktifitas morfologis yang ditandai dengan pemunculan organ-organ tanaman seperti akar; batang dan daun.
Faktor jarak tanam dan frekuensi penyingan gulma berpengaruh secara nyata terhadap jumlah daun 2 MST, 4 MST dan 6 MST. Perlakuan frekuensi penyiangan gulma memberikan jumlah daun yang berbeda terhadap level perlakuan yang berbeda. Hal ini terjadi karena perlakuan penyiangan gulma yang baik dan sesuai akan memacuh pertumbuhan dan perkembangan bagian-bagian vegetatif tanaman (akar, batang dan daun) lebih baik dengan demikian proses fotosintesis dan tranpirasi berlangsung dengan cepat, sehingga mengakibatkan pengadopsian unsur hara, air dan oksigen dengan baik keseluruh organ tanaman secara merata.

4. 2. 3 Diameter Batang

Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa tidak terjadi interaksi antara kedua faktor terhadap tinggi tanaman pada umur 2 MST, 4 MST dan 6 MST. Tetapi masing-masing faktor berpengaruh secara terpisah terhadap diameter batang pada semua level perlakuan.
Tabel 4. 4 Diameter batang 2MST, 4 MST dan 6 MST (mm)
Waktu Pengamatan
Jarak Tanam
Penyingan Gulma
Rerata
(WP)
(J)
P0
P1
P2
2 MST
J1
0,29
0,32
0,31
0,31 A
J2
0,32
0,32
0,35
0,33 A
J3
0,32
0,32
0,33
0,32 A

Rerata
0,31 a
0,32 a
0,33 a
(-)
4 MST
J1
0,65
0,66
0,64
0,65 A
J2
0,64
0,66
0,66
0,64 A
J3
0,56
0,63
0,67
0,62 A

Rerata
0,62 a
0,65 a
0,66 a
(-)
6 MST
J1
1,27
1,23
1,31
1,27 A
J2
1,44
1,31
4,81
2,52 A
J3
1,26
4,79
1,28
2,44 A

Rerata
1,32 a
2,44 a
2,47 a
(-)

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti dengan huruf besar yang sama dan angka pada baris yang diikuti huruf kecil yang sama, tidak terjadi beda nyata pada uji BNT 5%.
( -) Tidak terjadi interaksi antara faktor.

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa faktor jarak tanam dan frekuensi penyiangan gulma memberikan pengaruh yang sangat berbeda antar perlakuan terhadap diameter batang pada umur 2 MSST, 4 MST dan 6 MST.
Perkembangan diameter batang terbesar dicapai pada perlakuan jarak tanam 60 x 40 cm dan 60 x 50 cm. Sedangkan faktor perlakuan tampa penyiangan (P0), dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan diameter batang yang lebih kecil dari perlakuan P1 dan P2. Hal ini disebabkan karena kemampuan organ-organ tanaman seperti akar, untuk menyerap dan menembus kedalam tanah guna menyerap unsur-unsur hara, air dan oksigen dalam tanah. Kemampuan organ batang untuk mensuplai unsur hara dan air kebagian daun serta melakukan proses fotosintesis dan respirasi sehingga fotosintat yang dihasilkan digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan batang.
Penyerapan unsur hara oleh tanaman ditentukan olehkarateristik tanah dalam menyediakan unsur hara, dan kemampuan tanaman dalam menyerap hara dalam larutan tanah.
Faktor frekuensi penyiangan gulma berpengaruh secara nyata terhadap diameter batang pada 2 MST, 4 MST dan 6 MST. Pertumbuhan dan perkembangan diameter batang lebih besar dicapai pada perlakuan satu sampai dua kali penyiangan (P1-P2), hal ini disebabkan karena sistem perakaran tanaman tidak terganggu sehingga perakaran tanaman dengan mudah menyerap dan menebus kedalam tanah untuk memperoleh unsur hara, air dan oksigen dalam tanah, dengan demikian tanaman cepat tumbuh dan berkembang dengan baik bila dibandingkan denga perlakuan tampa penyiangan (P0). Sedangkan perkembangan diameter batang terendah dicapai pada perlakuan tampa penyiangan, hal ini berhubungan dengan kemampuan tanaman bersaing dengan gulma dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan diameter batang.

4. 3 Variabel Hasil
4. 3. 1 Berat Segar Berangkasan Perpetak (Ton/ha)

Jarak Tanam
Penyiangan Gulma
Rerata
P0
P1
P2
J1
0,57
1,74
2,69
1,67 A
J2
0,33
2,25
3,98
2,19 A
J3
0,40
1,85
2,78
1,68 A
Rerata
0,43 a
1,95 a
3,15 b
(-)

Keterangan:
Angka pada kolom yang diikuti dengan huruf besar yang sama dan angka pada baris yang diikuti huruf kecil yang sama, tidak terjadi beda nyata pada uji BNT 5%.
( -) Tidak terjadi interaksi antara faktor.

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor jarak tanam dan frekuensi penyiangan gulma. Kedua faktor berpengaruh secara terpisah terhadap hasil kubis perluasan.
Pada faktor jarak tanam, hasil berat segar nyata tertinggi dicapsi pada jarak tanam 60x50 cm dan hasil terendah dicapai paada jarak tanam 60x40 cm, tida nyata berbeda dengan hasil pada jarak tanam 60x60 cm.
Nampak bahwapeningkatan jarak dari 60x60 cm dan penurunan jarak tanam dari 60x40 cm, dapat menurunkan produksi. Hal tersebut sependapat dengan Sukman, Y., (2002), mengatakan bahwa menurunnya hasil produksi karena penurunan jarak tanam yang rapat dari 60x40 cm, sehingga menyebabkan adanya persaingan tanaman terhadap cahaya dan unsur hara.
Peningkatan jarak tanam dari 60x60 cm, dapat menurunkanhasil karena terjadi keefektifan lahan.

Pada jarak tanam 60x50 cm, tanaman bebas menerima cahaya, unsur hara, air dan bahan ruang tumbuh (tampa kompotisi) sehingga dapat mendukung proses-proses fisiologi berjalan dengan lancar, terutama pembentukanfotosintat.
Hal ini yang dapat menyebabkan tingginya hasil pada jarak tanam 60x60 cm.
Pada faktor frekuensi penyiangan gulma, hasil berat segar nyata tertinggi dicapsi pada perlakuan 2X penyiangan gulma dan hasil terendah dicapai paada perlakuan tampa penyiangan (P0), nyata berbeda dengan hasil pada perlakuan 1X penyianga (P1).
Nampak bahwa dengan penambahan frekuensi penyiangan gulma dan penurunan frekuensi penyiangan gulma dapat menurunkan produksi. Hal tersebut sependapat dengan Sukman, Y., (2002), mengatakan bahwa menurunnya hasil produksi karena terjadinya persaingan gulma maupun tanaman, mempunyai keperluan dasar yang sama untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal yaitu unsur hara,air, cahaya dan bahan ruan tumbuh. sehingga menyebabkan menurunnya produksi ton/ha.
Peningkatan frekuensi penyingan gulma dari 2X penyingan, dapat meninkatkan hasil karena terjadi keefektifan lahan.
Dengan peningkatan frekuensi 2X penyingan, tanaman bebas menerima cahaya, unsur hara, air dan bahan ruang tumbuh (tampa kompotisi) sehingga dapat mendukung proses-proses fisiologi berjalan dengan lancar, terutama pembentukanfotosintat.
Hal ini yang dapat menyebabkan tingginya hasil pada 2X Penyingan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan
1. Kedua Faktor baik faktor Jarak tanam maupun frekuensi penyingan gulma memberikan pengaruh yang terpisah terhadap hasil tanaman kubis (Ton/ha).
2. Hasil yang diperole tanamn kubis pada semua lebel jarak tanam tidak berbeda nyata atau tidak terjadi perbedaan yang nyata pada hasil j1, J2 dan J3.
3. Terjadi perbedaan yang nyata antara produksi kubis pada level penyingan gulma yang berbeda. Yaitu hasil pada P0 dan P1 tidak nyata berbeda, tetapi nyata berbeda dengan P2.
4. Pada frekuensi penyingan gulma hasil tertinggi di capai pada perlakuan penyingan 2X (P2), sedangkan hasil terendah dicapai pada perlakuan penyingan P0.
5. 2 Saran
1. Disarankan pada para petani agar dalam membudidayakan tanaman kubis dapat memberikan jarak tanam dan memperhatikan frekuensi penyingan gulma yang tepat agar bisa meningkatkan hasil produksi yang tinggi.
2. Disarankan pada petani agar dapat menggunakan jarak tanam yang 60X50 cm, dalam membudidayakan tanamn kubis.

Q'no Hasil Penelitian Tanaman Bayam

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tanaman bayam yang dikenal dengan nama ilmiah Amaranthus sp. Merupakan tanaman setahun atau lebih dari bentuk perdu (semak) yang banyak digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini karena selain rasanya enak dan lunak, juga dapat memberikan rasa dingin dalam perut dan memperlancar pencernaan (Anonim, 2008)
Tanaman bayam saat ini sudah tersebar di seluruh dunia. Beberapa negara yang menjadi pusat penyebaran bayam antara lain Papua Nugini, Taiwan, Hongkong, India, Nigeria, Dahomy, Amerika Serikat dan Indonesia. Di Indonesia sendiri, menurut Balai Penyuluh Spesialis, (1991) dalam Rukmana (1995) produksi tanaman bayam tertinggi sebesar 5,6 ton per hektar, dan terendah 2,0 ton per hektar (Rukmana, 1995).
Di negara Timor Leste pada tahun 2007 menurut hasil dari MAFP tanaman bayam sudah dibudidayakan oleh masyarakat, dan produksi seluruhnya mencapai 614,6 ton. (Anonim, 2007).

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh pengolahan tanah dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bayam.
Untuk menentukan pengolahan tanah dan jarak tanam yang sesuai terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bayam

1.3 Manfaat
Sebagai bahan informasi bagi para petani untuk memperbaiki teknik-teknik budidaya tanaman bayam yang sesuai.
Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lanjutan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani dan Morfologi
2.1.1 Botani
Tanaman bayam adalah salah satu tanaman sayur-sayuran yang kedudukannya dalam tata nama tumbuhan atau taksonomi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
- Kingdom : Planta
- Divisio : Spermatophyta
- Sub division : Angyospermae
- Kelas : Dicotyledoneae
- Famili : Amaranthaceae
- Genus : Amaranthus
- Species : Amaranthus sp.

2.1.2 Morfologi
Tanaman bayam termasuk tanaman setahun atau lebih yang berbentuk perdu (terna) yang tingginya dapat mencapai 1,5 m. Sistem perakarannya menyebar dangkal pada kedalaman antara 20-40 cm, dan memiliki akar tunggang.
Batang bayam banyak mengandung air (herbaceous) tumbuhan tinggi di atas permukaan tanah. Bayam tahunan memiliki batang yang keras, berkayu dan bercabang banyak.
Daun bayam umumnya berbentuk bulat telur dengan ujung agak meruncing dan urat-urat daunnya jelas. Daun bayam umumnya mempunyai warna yang bervariasi mulai dari hijau muda, hijau tua, hijau keputih-putihan sampai berwarna merah. Daun bayam liar umumnya kasat (kasar) dan kadang berbuluh.
Bunga tersusun dalam malai yang tumbuh tegak, keluar dari ujung tanaman ataupun dari ketiak-ketiak daun. Bunga bayam terdiri dari daun bunga 4-5 buah, benang sari 1-5, dan bakal buah 2-3 buah.
Alat reproduksi (perbanyakan tanaman) umumnya secara generatif (menggunakan biji). Biji berukuran sangat kecil dan halus, berbentuk bulat dan berwarna coklat tua mengkilap sampai hitam tua.
2.2 Syarat Tumbuh
Tanaman bayam dapat tumbuh sepanjang tahun, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi (pegunungan) sampai ketinggian 2000 m dpl. Bayam akan tumbuh dengan baik pada tempat yang terbuka.
Bayam termasuk salah satu jenis sayuran yang dapat tahan terhadap air hujan. Jadi tanaman bayam dapat ditanam sepanjang tahun, asal saja pada musim kemarau diperhatikan penyiramannya. Derajat keasaman tanah (pH) tanah yang cocok untuk pertumbuhannya berkisar antara 6-7. curah hujan yang cocok per tahunnya adalah 1500 mm, membutuhkan cahaya matahari penuh, dan suhu tanah berkisar antara 16-200C, serta kelembaban tanahnya 40-60 %.

2.3 Pengaruh Pengolahan Tanah
Pemakaian factor pengolahan tanah berpengaruh terhadap produksi tanaman bayam. Pengolahan dua kali akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengolahan satu kali dan tanpa pengolahan tanah. Karena menurut Rukmana untuk mendapatkan produksi tanaman bayam yang tinggi perlu melakukan pengolahan tanah yang baik yaitu sebanyak dua kali agar tanah benar-benar gembur dengan kedalaman 30-40 cm. Produksi yang dihasilkan dari pengolahan tanah dua kali yaitu 5,6 ton per hektar, pengolahan tanah satu kali menghasilkan produksi 3,5 ton per hektar, dan tanpa pengolahan tanah menhghasilkan produksi 2,0 ton per hektar.

2.4 Pengaruh Jarak Tanam
Dalam pembudidayaan suatu tanaman, pengaruh jarak tanam dapat dilakukan guna mendapatkan produksi yang optimal serta dengan pemakaian factor jarak tanam dapat menentukan kebutuhan benih pada suatu lahan. Jarak tanam juga akan mempegaruhi cepat atau lambatnya tanaman dalam memproduksi. Factor jarak tanam berpengaruh terhadap hasil produksi tanaman bayam. Jarak tanam 20 x 40 cm memberikan hasil produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jarak tanam 20 x 30 cm dan 20 x 20 cm. jarak tanam 20 x 40 cm memberikan hasil yang lebih tinggi yaitu 5,6 ton per hektar, jarak tanam 20 x 30 cm memberikan hasil produksi 3,5 ton per hektar, dan jarak tanam 20 x 20 cm memberikan hasil produksi 2,0 ton per hektar.

2.5 Landasan Teori
Pengaruh jarak tanam suatu tanaman ditentukan oleh ukuran tanaman itu sendiri. Jarak tanam yang sesuai pada hakekatnya adalah mengatur ruang lingkup yang optimum sehingga persaingan dalam memperoleh unsure-unsur hara dan sinar matahari antara individu-individu dapat ditekan kecilnya atau ditiadakan sama sekali dengan masing-masing perlakuan. Jarak tanam yang tidak sesuai juga dapat mengakibatkan terjadinya serangan hama dan penyakit sehingga hasil produksinya berkurang. Pengaruh jarak tanam yang teratur dimaksudkan agar penyiangan gulma dan pemberian pupuk mudah dilaksanakan. Jarak tanam mempengaruhi jumlah populasi tanaman dan mempengaruhi kompetisi antara tanaman yang akan mempengaruhi hasil. Penggunaan jarak tanam yang tepat untuk tanaman bayam adalah 20 x 40 cm, untuk memperoleh hasil yang tinggi.
Dengan berbagai penggunaan jarak tanam yang digunakan untuk mendapatkan produksi yang dapat dibandingkan dalam penggunaan jarak tanam yang berbeda perlakuan dan merupakan salah satu teknik budidaya dalam meningkatkan hasil tanaman dan mendukung penggunaan lahan pertanian secara efisien, dan mempengaruhi cepat atau lambatnya tanaman dalam berproduksi.
Penggunaan pengolahan tanah dua kali dalam jarak tanam 20 x 40 cm akan memberikan hasil produksi 5,6 ton per hektar, sedangkan penggunaan tanpa pengolahan tanah dan jarak tanam 20 x 20 cm memberikan hasil 2,0 ton per hektar.

2.6 Hipotesis
a. Diduga bahwa penanaman tanaman bayam pada pengolahan tanah dua kali dan jarak tanam 20 x 40 cm akan memberikan hasil produksi tertinggi.
b. Diduga bahwa penanaman tanaman bayam pada pengolahan tanah satu kali dan jarak tanam 20 x 30 cm akan memberikan hasil produksi optimum.
c. Diduga bahwa penanaman tanaman bayam pada tanpa pengolahan tanah dan jarak tanam 20 x 20 cm akan memberikan hasil yang terendah.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu penelitian
3.1.1 Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan dikebun percontohan Fakultas Pertanian di Suco Hera, Sub distrik Metinaro, Distrik Dili, dengan ketinggian tempat 20 m dpl.
3.1.2 Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan pada awal bulan April sampai Mei 2008.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: benih bayam, pupuk urea dan air.
3.2.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: rol meter, parang, linggis, cangkul, timbangan analitik, thermometer tanah, tali raffia, jangka sorong, mistar dan ember.
3.3 Persiapan lahan
3.3.1 Persiapan dan pengolahan tanah
Sebelum lahan diolah, dilakukan pemilihan lokasi dengan syarat lokasi tersebut tidak ternaungi, serta jauh dari gangguan binatang, baik binatang piaraan maupun binatang liar. Setelah pemilihan, lokasi tersebut diukur luas lahannya berdasarkan luas lahan yang akan digunakan dalam penelitian. Lahan yang telah diukur dilakukan pengolahan dengan membajak atau mencangkul sesuai dengan factor yang akan digunakan yaitu tanpa pengolahan, pengolahan satu kali dan pengolahan dua kali.
3.3.2 Luas lahan yang dipakai
Lahan yang akan digunakan dalam penelitian ini berukuran 12 x 6,40 m. luas seluruhnya 76,8 m2.

3.3.3 Persiapan benih
Benih bayam
3.3.4 Pembuatan bedengan
Bedengan dibuat dengan ukuran tiap bedengnya 1 x 1,80 m, dan tinggi bedengan 15-20 cm. Jumlah bedengan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 27 bedeng. Jarak antar bedeng 0,25 m dan jarak antar blok 0,50 m.
3.3.5 Penanaman
Penanaman dilakukan setelah dibuat lubang penanaman pada bedeng yang telah disiapkan sesuai dengan ukuran jarak tanam yang digunakan. Penanaman dilakukan langsung dilapangan (sebar) tanpa menyemaikan benih terlebih dahulu. Sebelum disebar, benih terlebih dahulu dicampur dengan abu dapur.
3.3.6 Rancangan yang digunakan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) factorial yang diulang dalam tiga blok dan terdiri dari dua factor, yaitu: factor pertama adalah: pengolahan tanah yang terdiri dari tiga level perlakuan yaitu:
- P0 : tanpa pengolahan tanah
- P1 : pengolahan tanah satu kali
- P2 : pengolahan tanah dua kali
Factor kedua adalah: jarak tanam yang terdiri dari tiga level perlakuan yaitu:
- J1 : jarak tanam 20 x 20 cm
- J2 : jarak tanam 20 x 30 cm
- J3 : jarak tanam 20 x 40 cm
Maka kombinasi perlakuannya adalah:
P/J
J1
J2
J3
P0
P0J1
P0J2
P0J3
P1
P0J1
P0J2
P0J3
P2
P0J1
P0J2
P0J3
3.6 Variabel pengamatan
3.6.1 Variabel lingkungan
3.6.1.1 Suhu Tanah (0C)
Suhu tanah diukur pada awal, pertengahan dan akhir dari pertumbuhan tanaman untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap pertumbuhan perkembangan tanaman. Pengukuran dilakukan dengan cara menancapkan thermometer ke dalam tanah sedalam 5-10 cm.
3.6.1.2 Kadar Lengas Tanah (%)
Kadar lengas tanah diukur bersamaan dengan diukurnya suhu tanah, yaitu diukur pada awal, pertengahan dan akhir dari pertumbuhan tanaman untuk mengetahui kandungan air didalam tanah. Pengukuran kadar lengas tanah dilakukan dengan metode gravimetric yaitu dengan menancapkan pipa paralon sedalam 5-10 cm kemudian ditimbang untuk mengetahui berat basahnya, setelah itu diovenkan pada suhu 1500 C selama 48 jam untuk mengetahui berat keringnya. Rumus untuk mengetahui kadar lengas tanah yaitu:
Ket.
KL : kadar lengas
BB : berat basah
BK : berat kering
3.6.2 Variabel Pertumbuhan
3.6.2.1 Jumlah Daun
Jumlah daun diukur pada saat tanaman berumur 3MST dan 4MST untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman melalui penerimaan sinar matahari. Pengukuran dilakukan dengan cara menghitung saja jumlah daun yang dilihat dengan mata.
3.6.2.2 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman juga diukur bersamaan dengan jumlah daun, yaitu pada saat tanaman berumur 3MST dan 4MST untuk mengetahui laju pertumbuhan tanaman. Pengukuran dilakukan dengan cara menggunakan penggaris diukur dari permukaan tanah sampai pada titik tumbuh tanaman.
3.6.2.3 Diameter Batang
Diameter batang juga diukur pada saat tanaman berumur 3MST dan 4MST untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Pengukuran dilakukan dengan cara menggunakan jangka sorong.
3.6.3 Variabel Hasil
3.6.3.1 Berat Segar Berangkasan ton per hektar
Berat segar tanaman ini diukur pada saat tanaman dipanen untuk membandingkan dengan dugaan atau hipotesis dari factor yang berpengaruh. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan timbangan duduk.
3.7 Pemeliharaan
3.7.1 Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari untuk menjaga agar ketersediaan air di dalam tanah tetap memenuhi kebutuhan tanaman.
3.7.2 Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada saat tanaman berumur 3MST untuk menambah unsure hara didalam tanah, sehingga tanaman tetap memiliki unsure hara yang cukup untuk pertumbuhannya. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk urea.
3.7.3 Penyiangan Gulma dan penggemburan
Penyiangan gulma dilakukan untuk mencegah terjadinya kompetisi unsur hara antara tanaman dengan gulma. Sedangkan penggemburan dilakukan bersamaan dengan dilakukannya penyiangan gulma dengan tujuan untuk menggemburkan tanah yang padat serta memberikan ruang yang cukup bagi akar dalam melakukan penyerapan unsur hara.
3.8 Panen
Panen dilakukan pada saat tanaman berumur vegetatif yaitu umur tanaman antara 25-35 hari dengan ketinggian tanaman 15-25 cm.
3.9 Analisa Data
Semua data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam pada taraf kritis 5 % untuk mengetahui ada tidaknya beda nyata antar masing-masing perlakuan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Variabel Lingkungan
4.1.1 Suhu Tanah (0C)
Dari hasil analisis menunjukan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua factor terhadap suhu tanah awal, pertengahan dan akhir.
Table 1. Suhu Tanah (0C)
Waktu pengamatan
Pengolahan tanah
Jarak tanam
Rerata
20x20 cm
20x30 cm
20x40 cm
Awal
Tanpa pengolahan
38,20
39,00
40,03
39,08 A
Pengolaha satu kali
38,23
36,27
38,70
37,73 A
Pengolahan dua kali
38,63
37,97
38,10
38,20 A
Rerata
38,35 a
37,75 a
38,94 a
(-)
Pertengahan
Tanpa pengolahan
32,97
32,87
31,97
32,60 A
Pengolahan satu kali
31,47
29,20
32,40
31,02 A
Pengolahan dua kali
30,47
32,62
30,47
31,19 A
Rerata
31,64 a
31,56 a
31,61 a
(-)
Akhir
Tanpa pengolahan
33,60
32,57
32,63
32,93 A
Pengolahan satu kali
35,07
34,23
34,20
34,50 A
Pengolahan dua kali
33,83
32,70
36,60
34,38 A
Rerata
34,17 a
33,17 a
34,48 a
(-)
Keterangan : Angka pada kolom yang diikuti dengan huruf besar yang sama dan angka pada baris yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 %.
(-) tidak terjadi interaksi antar kedua factor.
Tabel 1 menunjukkan bahwa faktor pengolahan tanah dan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap suhu tanah awal penelitian. Hal ini terjadi karena permukaan tanah belum tertutup vegetasi tanaman. Permukaan tanah yang ditutupi oleh tanaman memberikan suhu yang sama karena permukaan tanah menerima cahaya matahari secara seragam. Faktor pengolahan tanah dan jarak tanam berpengaruh secara seragam terhadap suhu tanah pertengahan dan akhir penelitian, tetapi hasil suhu tanah pada suhu tanah pertengahan cenderung tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa pengolahan tanah. Hal ini terjadi karena pada perlakuan tanpa pengolahan tanah, air yang diserap sangat sedikit dibandingkan dengan air yang keluar. Menurut Indranarto (1989) menyatakan bahwa, suhu tanah mangalami perubahan disebabkan oleh jumlah panas yang diabsorbsi oleh permukaan tanah, warna tanah dan keadaan tanah yang terbuka akan menyebabkan panas matahari banyak terserap dan menyebabkan suhu meningkat. Karena suhu dipengaruhi oleh kandungan air didalam tanah, maka suhu pada perlakuan tanpa pengolahan tanah dapat meningkat seiring dengan berkurangnya air yang diserap oleh tanah. Sedangkan pada suhu tanah akhir, suhu tertinggi cenderung diperoleh pada perlakuan jarak tanam 20 x 40 cm. Hal ini terjadi karena adanya vegetasi atau tanaman penutup permukaan tanah juga dipengaruhi oleh faktor jarak tanam, dimana jarak tanamnya semakin renggang maka tidak terjadi kompetisi antara tanaman utama dengan tanaman pesaing dalam merebut unsur hara, air dan cahaya matahari. Hal ini didukung oleh pendapat Jumin (1997), menyatakan bahwa suhu udara yang tinggi akan dipengaruhi oleh cahay matahari yang mengakibatkan terjadinya evaporasi, sehingga air tanah semakin meningkat juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

4.1.2 Kadar Lengas Tanah (%)
Dari hasil analisis menunjukan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua factor terhadap kandungan lengas tanah awal, pertengahan dan akhir.
Tabel 2. Kandungan Lengas Tanah
Waktu pengamatan
Pengolahan tanah
Jarak tanam
Rerata
20x20 cm
20x30 cm
20x40 cm
Awal
Tanpa pengolahan
9,02
6,19
10,29
8,50 A
Pengolahan satu kali
7,38
8,83
12,69
9,63 A
Pengolahan dua kali
10,68
4,65
10,52
8,62 A
Rerata
9,03 a
6,56 a
11,17 a
(-)
Pertengahan
Tanpa pengolahan
16,73
17,42
19,80
17,98 A
Pengolahan satu kali
19,86
14,65
14,22
16,24 A
Pengolahan dua kali
18,39
16,43
17,50
17,44 A
Rerata
18,33 a
16,17 a
17,17 a
(-)
Keterangan : Angka pada kolom yang diikuti dengan huruf besar yang sama dan angka pada baris yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 %.
(-) tidak terjadi interaksi antar kedua factor.
Tabel 2 diketahui bahwa faktor pengolahan tanah dan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan lengas tanah awal penelitian. Hal ini terjadi karena pada kandungan lengas tanah awal belum dipengaruhi oleh kedua faktor sehingga kandungan lengas tanah terjadi secara seragam. Keseragaman kandungan lengas tanah awal disebabkan karena permukaan tanah belum tertutup vegetasi tanaman. Permukaan tanah yang belum tertutupi vegetasi tanaman. Permukaan tanah yang belum tertutupi oleh vegetasi tanaman memberikan kandungan lengas tanah yang sama karena permukaan tanah menerima cahaya matahari secara seragam, akibatnya kandungan lengas tanah relatif seragam.
Faktor pengaturan jarak tanam tidak berpengaruh secara nyata terhadap kandungan lengas tanah pertengahan namun hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan jarak tanam 20 x 20 cm. Hal ini dapat disebabkan karena pada jarak tanam ini tanaman mudah menyerap air dan jarang melepaskannya kembali ke udara (evaporasi). Hal ini didukung oleh pendapat Jumin (1992), menyatakan bahwa suhu udara yang tinggi akan dipengaruhi oleh cahaya matahari yang mengakibatkan terjadinya evaporasi, sehingga air tanah semakin meningkat juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hal yang serupa dikatakan oleh Wihardjo (1993), bahwa intensitas penyinaran sinar matahari erat kaitannya dengan suhu lingkungan dan suhu tanah. Dimana suhu udara yang tinggi akibat faktor cahaya meningkatkan suhu tanah, suhu tanah yang tinggi akan meningkatkan laju penyerapan air oleh akar tanaman menyebabkan evaporasi meningkat konsentrasi air dalam tanah rendah akibat kadar lengas tanah menurun.

4.2 Variabel Pertumbuhan
4.2.1 Jumlah Daun (helaian)
Dari hasil analisis menunjukan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua factor terhadap jumlah daun tanaman. Tetapi kedua factor tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah daun.


Table 3. Jumlah Daun (helaian)
Waktu pengamatan
Pengolahan tanah
Jarak tanam
Rerata
20x20 cm
20x30 cm
20x40 cm
3MST
Tanpa pengolahan
6,33
6,33
6,33
6,33 A
Pengolahan satu kali
8,00
6,33
6,67
7,00 A
Pengolahan dua kali
7,33
6,67
7,00
7,00 A
Rerata
7,22 a
6,44 a
6,67 a
(-)
4MST
Tanpa pengolahan
9,67
9,33
9,33
9,44 A
Pengolahan satu kali
11,00
10,33
10,67
10,67 A
Pengolahan dua kali
10,33
10,33
11,33
10,66 A
Rerata
10,33 a
9,99 a
10,44 a
(-)
Keterangan : angka pada kolom yang diikuti dengan huruf besar yang sama dan angka pada baris yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 %.
(-) tidak terjadi interaksi antar kedua faktor
Tabel 3 menunjukkan bahwa faktor pengolahan tanah berpengaruh secara seragam terhadap jumlah daun umur 3MST dan 4MST. Namun pada umur 3MST hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan pengolahan tanah satu kali dan pengolahan tanah dua kali. Sedangkan pada umur tanaman 4MST hasil tertinggi cenderung diperoleh pada perlakuan pengolahan tanah satu kali. Hal ini disebabkan karena diduga dengan menggunakan perlakuan pengolahan tanah satu kali dan dua kali tanah menjadi gembur sehingga dapat memberi ruang gerak yang optimal bagi tanaman dalam pengambilan unsur hara. Menurut Abidin (1982), menyatakan bahwa dalam memulai suatu aktivitas pertumbuhannya, hal yang perlu diperhatikan adalah proses fisiologi, hormon dan enzim kemudian diikuti dengan morfologi yang ditandai dengan pemunculan organ-organ tanaman seperti akar, batang dan daun. Ruang gerak yang optimal bagi tanaman juga dapat memberikan peluang bagi tanaman dalam pengambilan unsur melalui cahaya matahari sehingga dapat menambah jumlah daun menjadi meningkat. Hal ini didukung oleh pendapat Supriadi (1988), yang menyatakan bahwa perkembangan daun sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya matahari, carbondioksida, air dan unsur hara.





4.2.2 Tinggi Tanaman (cm)
Dari hasil analisis menunjukan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua fajtor. Tetapi kedua factor tidak berpengaruh secara nyata terhadap tinggi tanaman.
Table 4. Tinggi Tanaman (cm)
Waktu pengamatan
Pengolahan tanah
Jarak tanam
Rerata
20x20 cm
20x30 cm
20x40 cm
3MST
Tanpa pengolahan
5,97
6,57
7,00
6,35 B
Pengolahan satu kali
9,03
7,13
8,00
8,05 A
Pengolahan dua kali
8,20
7,40
8,53
8,04 A
Rerata
7,57 a
7,03 a
7,84 a
(-)
4MST
Tanpa pengolahan
21,93
27,60
22,80
24,11 A
Pengolahan satu kali
28,70
31,13
29,33
29,72 A
Pengolahan dua kali
28,47
24,73
29,97
27,72 A
Rerata
26,37 a
27,82 a
27,37 a
(-)
Keterangan : angka pada kolom yang diikuti dengan huruf besar yang sama dan angka pada baris yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 %.
(-) tidak terjadi interaksi antar kedua faktor
Tabel 4 menunjukkan bahwa faktor pengolahan tanah berpengaruh secara seragam terhadap tinggi tanaman umur 3MST dan 4MST. Perlakuan pengolahan tanah satu kali cenderung memperoleh hasil yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini terjadi karena diduga dengan menggunakan perlakuan pengolahan tanah yang optimal, tanaman dapat bergerak dalam pengambilan unsur hara dan juga penangkapan cahaya matahari yang optimum, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan cepat seiring dengan proses pertumbuhan dan perkembangannya.
Faktor jarak tanam berpengaruh secara seragam terhadap tinggi tanaman 3MST dan 4MST. Namun pada umur tanaman 3MST hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan jarak tanam 20 x 40 cm, sedangkan pada umur tanaman 4MST hasil tertinggi cenderung diperoleh pada perlakuan 20 x 30 cm. Hal ini terjadi karena pada perlakuan jarak tanam yang optimun tanaman tidak saling bersaing dalam pengambilan unsur hara, dan tanaman bebas melakukan proses fotosintesis dan bebas menyerap air, sehingga pertumbuhan tanaman terjadi secara maximun. Hal ini didukung dengan pendapat Prajnanta (1996), yang menyatakan bahwa pengaturan jarak tanam yang optimun menyebabkan penangkapan cahaya yangoptimal, sehingga tidak terjadi persaingan dalam mengambil unsur hara dan pembentukan asimilat lebih optimal sehingga pertumbuhan tanaman lebih tinggi.

4.2.3 Diameter Batang (mm)
Dari hasil analisis menunjukan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua factor. Tetapi kedua factor berpengaruh secara nyata terhadap diameter batang.
Table 5. Diameter Batang (mm)
Waktu pengamatan
Pengolahan tanah
Jarak tanam
Rerata
20x20 cm
20x30 cm
20x40 cm
3MST
Tanpa pengolahan
0,27
0,28
0,30
0,28 A
Pengolahan satu kali
0,43
0,31
0,42
0,39 A
Pengolahan dua kali
0,31
0,37
0,37
0,35 A
Rerata
0,34 a
0,32 a
0,36 a
(-)
4MST
Tanpa pengolahan
0,73
0,79
0,82
0,78 A
Pengolahan satu kali
1,02
0,97
0,96
0,98 A
Pengolahan dua kali
0,97
1,09
0,87
0,98 A
Rerata
0,91 a
0,95 a
0,88 a
(-)
Keterangan : angka pada kolom yang diikuti dengan huruf besar yang sama dan angka pada baris yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 %.
(-) tidak terjadi interaksi antar kedua faktor.
Tabel 5 menunjukkan bahwa faktor pengolahan tanah dan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap diameter batang umur 3MST dan 4MST. Pada umur tanaman 3MST hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan jarak tanam 20 x 40 cm. Sedangkan pada umur tanaman 4MST hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan jarak tanam 20 x 30 cm. Hal ini terjadi karena pengaturan jarak tanam yang renggang sehingga tidak terjadi kompetisi antara tanaman utama dengan tanaman pesaing dalam merebut unsur hara, air dan cahaya matahari, sehingga ketersediaan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman dapat dimanfaatkan oleh tanaman secara optimal. Hal ini didukung oleh Prajnanta (1997), bahwa pengaturan jarak tanam yang optimal penangkapan cahaya lebih optimal, tidak terjadi persaingan dalam mengambil unsur hara dan pembentukan asimilat lebih optimal menyebabkan diameter batang lebih besar.
Faktor pengolahan tanah berpengaruh secara seragam terhadap diameter batang umur 3MST dan 4MST. Namun diameter batang pada umur 3MST cenderung tertinggi diperoleh pada perlakuan pengolahan tanah satu kali. Sedangkan diameter batang pada umur 4MST hasil tertinggi cenderung diperoleh pada pengolahan tanah satu kali dan pengolahan tanah dua kali. Hal ini disebabkan karena pada tanah yang tanpa diolah struktur tanahnya padat dan sangat sukar menyerap air sehingga dapat mempengaruhi proses penyerapan unsur hara dalam tanah dan juga proses proses pengambilan unsur melalui cahaya matahari, sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan tanamann dapat terhambat. Hal ini didukung oleh pendapat Amien (1994), bahwa respirasi pada daun berjalan terus, sehingga bahan kering yang terbentuk dimanfaatkan untuk respirasi, menyebabkan diameter batang yang dihasilkan kecil. Pengurangan hasil fotosintesis dapat menyebabkan jaringan tanaman akan mati karena kekurangan makanan, menyebabkan batang tanaman lembek dan kurus serta tumbuh tidak normal.

4.3 Variabel Hasil
4.3.1 Berat segar tanaman (ton/há)
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua faktor. Namun kedua faktor berpengaruh secara nyata terhadap berat segar tanaman.
Tabel 6. Berat segar tanaman ton/ha
Pengolahan tanah
Jarak tanam
Rata-rata
20 x 20 cm
20 x 30 cm
20 x 40 cm
Tanpa pengolahan tanah
2,92
2,87
2,42
2,74 C
Pengolahan tanah satu kali
4,58
3,89
3,75
4,07 B
Pengolahan tanah dua kali
4,61
5,27
5,08
4,99 A
Rata-rata
4,04 a
4,01 a
3,75 a
(-)
Keterangan : angka pada kolom yang diikuti dengan huruf besar yang sama dan angka pada baris yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 %.
(-) tidak terjadi interaksi antar kedua faktor.
Tabel 6 menunjukkan bahwa faktor pengolahan tanah berpengaruh secara seragam terhadap berat segar tanaman. Namun hasil tertinggi cenderung diperoleh pada perlakuan pengolahan tanah dua kali. Hal ini terjadi karena pada perlakuan dua kali pengolahan tanah, tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan mampu menyerap unsur hara didalam tanah dengan baik karena struktur tanah yang gembur dapat memberi ruang gerak yang optimal bagi tanaman dalam proses pengambilan unsur hara. Sehingga pada perlakuan pengolahan tanah dua kali tanaman memiliki kemampuan yang tinggi dalam menerima cahaya, air dan unsur hara dalam tanah guna pembentukan organ-organ vegetatif tanaman. Hal tersebut diperkuat dengan teori Gardner et al (1991) yang menyatakan bahwa kekurangan kelembaban dan air dapat menurunkan hasil panen dan menurunkan hasil fotosintesis yang parah.
Faktor jarak tanam berpengaruh secara seragam terhadap berat segar tanaman. Namun hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan jarak tanam 20 x 20 cm. Hal ini disebabkan oleh pemberian jarak tanam yang optimal dapat memberikan ruang gerak yang optimal bagi tanaman dalam proses pengambilan unsur hara sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang sehingga dapat menghasilkan hasil yang optimal pula. Diketahui bahwa dengan menggunakan jarak tanam 20 x 20 cm merupakan jarak tanam yang optimal karena tanaman dapat menyimpan unsur hara, bahan kering dan air yang tinggi, akibatnya dapat menambah berat segar tanaman. Hal tersebut dijelaskan oleh pendapat yang menyatakan bahwa air, unsur hara dan cahaya matahari merupakan unsur yang essensial. Apabila salah satu jumlah yang kurang, meskipun yang lainnya tersedia dalam jumlah yang banyak tidak dapat dimanfaatkan dengan baik dan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman (anonim, 1995).
Kedua faktor baik faktor pengolahan tanah maupun faktor jarak tanam memiliki pengaruh yang terpisah. Namun secara umum dapat dilihat bahwa pangaruh kedua faktor terhadap berat segar tanaman sangat menonjol. Menurut Goldsworty anf Fisher (1996), menyatakan bahwa tanaman memperoleh energi dan sebenarnya semua bahan penyusunnya melalui fotosintesis, dengan beberapa perkecualian, tumbuh-tumbuhan dasar mempunyai organ fotosintesis yang dianggap hanya beberapa daun-daun, terbuka terhadap udara, seringkali mempunyai kemampuan tinggi untuk mengeluarkan air dan darimana harus diambil karbondioksida (CO2). Jadi, tanaman dapat melakukan proses fotosintesis dan mentransfernya ke seluruh tubuh tanaman dengan sempurna dalam penggunaan penggolahan tanah dan jarak tanam yang tepat. Karena dengan menggunakan faktor penggolahan tanah dan jarak tanam yang tepat, tanaman dapat tumbuh dan berkembang serta akhirnya dapat menghasilkan produksi yang optimal.

BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang pengaruh pengolahan tanah dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bayam, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kedua faktor baik faktor pengolahan tanah maupun faktor jarak tanam berpengaruh secara terpisah terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bayam.
Perlakuan pengolahan tanah dua kali memberikan hasil yang tertinggi yaitu 4,99 ton/ha, dan terendah pada perlakuan tanpa pengolahan tanah yaitu dengan hasil 2,74 ton/ha.
Perlakuan jarak tanam 20 x 20 cm memberikan hasil tertinggi yaitu 4,04 ton/ha, dan terendah pada perlakuan jarak tanam 20 x 40 cm dengan hasil 3,75 ton/ha.
5.2 Saran
Disarankan kepada petani agar dalam pembudidayaan bayam sebaiknya, menggunakan faktor pengolahan tanah dan faktor jarak tanam secara terpisah, karena keduanya tidak terjadi interaksi saat dilakukan penelitian.
Disarankan kepada peneliti lain supaya melakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan faktor yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1999. Brosur Usaha Tani seri 1-4 BP3G, Pasuruan.
Abidin, Z. (1984). Ilmu Tanaman, Angkasa Bandung.
Goldsworthy and Fisher (1996). Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Gardner, Pearce dan Mitchell, (1991). Fisiologi Tanaman Budidaya, Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Internet: Artikel Tentang Bayam. Available at www.google.int/agr, 18-01-2008.
Internet: Pedoman Budidaya Bayam. Available at www.google.int/agr, 18-01-2008.
Jumin, H. B. (1997). Agronomi, Rajawali Press. Jakarta.
Rukmana, R. (1995). Bayam, Bertanam dan Pengolahan Pasca Panen. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Sutarno, H. (1994). Budidaya Bayam Biji. Penerbit Bahtara, Jakarta.
Yusni, B. (2000). Bayam. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.